Tuesday, March 19, 2013

SWEET REVENGE


Aku terbangun dan mendapati diriku berada dalam ruangan. Bukan, bukan ruangan! Tapi dataran luas tanpa batas! Putih tanpa noda setitik. Beberapa orang berpakaian putih mengelilingiku. Terdengar mereka memanggil.
“Lisa… Lisa.. “
Lintasan kejadian menghambur di kepala, ketika alat defibrilator mengejutkan jantungku, berusaha menarikku dari dataran luas tanpa batas tersebut. Aku harus hidup! Harus! Aku berjuang menjawab mereka yang memanggilku, namun mulutku rapat terkunci dan potongan demi potongan kejadian mulai tersusun di pikiranku.
***
Sebuah mobil berhenti di depan rumah. Setengah berlari, aku membuka pintu dan kudapati seseorang yang kucintai tersenyum lebar. Di tangannya terdapat seikat mawar dan sebentuk kado warna biru.
“Happy anniversary!” katanya sambil memelukku. Ini adalah tahun keenam kami bersama.
Aku membalas pelukan dengan ciuman bertubi-tubi sebagai pelampiasan rasa rindu. Hubungan kami terpisah jarak ratusan kilometer, dan kali ini dia sengaja meninggalkan kesibukkannya demi merayakan cinta kami. Aku raih lengannya, menggenggamnya erat dan membimbing dia masuk ke dalam rumah. Aku sangat bahagia.
Musik menyatu dalam percakapan kami, diselingi gurauan dan derai tawa. Begitu lepas, begitu bebas. Segala kerinduan tumpah ruah di sini. Semua, terasa lengkap. Sampai sebuah gebrakan pintu mengejutkan kami tiba-tiba! Seorang lelaki bertopeng, berbadan besar menyeruak masuk. Dia menodongkan pistol.
“Diam di tempat!!” Teriak lelaki itu, ketika kekasihku mencoba berdiri.
Seketika aku lemas, ini perampokan! Jeritku dalam hati. Lelaki itu bergerak cepat. Gagang pistol digunakannya menghantam kekasihku hingga terjerembab tak sadarkan diri.  Aku berteriak penuh amarah sambil memeluk kekasihku. Namun tangan kekar lelaki itu menjambak rambutku dan menyeretku menuju kamar. Aku menjerit, menangis sambil memohon agar ia menghentikan perbuatannya. Perlawananku sia-sia.
Ia memukul, menamparku berkali-kali dan melengkapi naluri tergelapnya dengan mulai melucuti pakaianku. Aku mengiba tak berdaya. Tiba-tiba, tubuh kekar itu tersungkur. Kudapati kekasihku tersadarkan, ia melempar sebuah guci ke kepala sang perampok. Aku merasa lega sesaat, sebelum perampok itu kembali bangkit dan berusaha menggapai pistolnya yang terpental. Kekasihku mendorongnya sekuat tenaga, seraya berteriak memintaku keluar mencari pertolongan. Tetapi kepanikan mengarahkan tanganku meraih pisau di atas meja, dan tiba-tiba suara teriakan membuyarkan segalanya. “NOOOOOOO!!!!!!!” Itu suara kekasihku! Ya, suara itu! Bersamaan suara letusan beruntun terdengar. “DOORR! DORR! DOR!!”
Aku terhempas! Suara yang kudengar sirna.. Kini yang kulihat kubangan darah di sekitarku! Dan, oh tidaaakk.. Aku terpekik dalam hati. Kulihat kekasihku roboh tepat di sisiku. Matanya yang teduh tak berkejap memandangku,  aku ingin mendekapnya. Sangat ingin, ingin sekali..  Lalu semuanya berubah gelap.
***
“Lisa… Lisa..“. Suara orang-orang berbaju putih kini kian jelas terdengar. Aku tersedak dalam kesadaran bahwa aku kembali pada kehidupan. Mereka tersenyum seolah merayakan kematian yang gagal membawaku. Mereka salah, aku hidup karena aku memang menginginkannya. Sebutir peluru tak cukup untuk mematikan kemarahanku, ketika kutahu dua peluru melesat menembus jantung kekasihku dan memisahkan kami selamanya. Aku harus hidup! Kematian tak akan sudi menjamahku, sebelum kupastikan tiga butir peluru tertanam di kepala lelaki yang membawaku berada di sini.

No comments:

Post a Comment